Saturday 21 December 2013

Perbuatan Melawan Hukum (Melihat kedalam unsur-unsur PMH)

APAKAH YANG DIMAKSUD PERBUATAN MELAWAN HUKUM ??

Di dalam BW (KUHPerd), perbuatan melawan hukum (PMH) diatur mulai dari Pasal 1365 s/d Pasal 1380 KUH Perdata. 

Pasal 1365 menyatakan, bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa 
kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian 
mengganti kerugian tersebut.

Tetapi bagaimanakah sebuah perbuatan dapat dikategorikan sebagai PMH ?
Baik dalam hukum perdata dan hukum pidana, sebuah PMH umumnya mengandung unsur sbb:

1.        PMH ditafsirkan sebagai melawan undang-undang. Berarti PMH adalah perbuatan yang secara nyata melanggar hukum positif.

2.        Harus ada unsur kesalahan, yang penilaiannya berdasarkan keadaan yang bersangkutan dengan PMH tersebut (Objektif) ataupun atas dasar penilaian terhadap pelaku yang dianggap tahu dan sengaja melakukan PMH (subjektif). 

Selain itu orang yang melakukan perbuatan melawan hukum harus dapat dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang tidak tahu apa yang ia lakukan tidak wajib membayar ganti rugi.

3.        Harus ada kerugian yang ditimbulkan. Dalam pengertian bahwa kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa :
·         Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharunya diperoleh. Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian tidak hanya untuk kerugian yang nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang seharusnya diperoleh.

·         Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit dan kehilangan kesenangan hidup.

4.        Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk memecahkan hubungan causal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian, terdapat dua teori yaitu :

·         Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang melakukan perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika perbuatannya condition sine qua non menimbulkan kerugian (yang dianggap sebagai sebab dari pada suatu perubahan adalah semua syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat).

·         Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan sebagai akibat dari pada perbuatan melawan hukum.



Jadi secara singkat dapat diperinci sebagai berikut :
·         Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ badan hukum, pertanggungjawabannya didasarkan pada pasal 1364 BW.
·         Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang wakil badan hukum yang mempunyai hubunga kerja dengan badan hukum, dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan pasal 1367 BW.
·         Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ yang mempunyai hubungan kerja dengan badan hukum, pertanggung jawabannya dapat dipilih antara pasal 1365 dan pasal 1367 BW


Dengan perkembangan Jaman, PMH tidak hanya berpatokan pada undang-undang, tetapi juga pada norma-norma yang hidup pada masyarakat.

Molegraaff menyatakan bahwa Perbuatan Melawan Hukum tidak hanya
melanggar undang-undang akan tetapi juga melanggar kaedah kesusilaan dan kepatutan.
Pada tahun 1919, Hoge Raad mulai menafsirkan Perbuatan Melawan Hukum dalam arti
luas pada perkara Lindenbaum v. Cohen dengan mengatakan Perbuatan Melawan
Hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan :
a. Hak Subyektif orang lain.
b. Kewajiban hukum pelaku.
c. Kaedah kesusilaan.
d. Kepatutan dalam masyarakat

Saturday 15 December 2012

Tugas-PHI

 1. Siapa aja yang dikatakan sebagai penyidik dalam KUHAP sertai dengan contohnya dan kapan
seorang penyidik bertugas ?

Berdasarkan pasal 1 angka 1 dan pasal 6 ayat (1) UU no.8 tahun 1981 tentang hukum acara
pidana (KUHAP), penyidik adalah pejabat polisi negara RI atau pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Kewenangan pejabat polisi RI (Polri) sebagai penyidik diatur lebih lanjut dalam Pasal 14 ayat
(1) huruf g UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Polri”),
Kepolisian bertugas menyelidik dan menyidik semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana
dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pejabat PNS contohnya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kewenangan KPK sebagai
penyidik diatur dalam Pasal 6 huruf c UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (“UU KPK”), bahwa KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

Seorang penyidik mulai bertugas setelah adanya laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana atau diterimanya laporan dari penyelidik atas suatu kejadian telah
memenuhi unsure-unsur pidana. Maka penyidik guna menerangkan tindak pidana yang terjadi
dan menemukan tersangkanya.

2. Sebutkan macam-macam penahanan dan lama masa penahanan oleh masing-masing instansi
sebelum dakwaan diputuskan!

Bentuk-bentuk penahanan:
• Penahanan rumah tahanan Negara
• Penahanan rumah
• Penahanan kota

Rincian penahanan dalam hukum acara pidana Indonesia sebagai berikut:
1) Penahanan oleh penyidik atau pembantu penyidik
20 hari
2) Perpanjangan oleh penuntut umum
40 hari
3) Penahanan oleh penuntut umum
20 hari
4) Perpanjangan oleh ketua pengadilan negeri
30 hari
5) Penahanan oleh hakim pengadilan negeri
30 hari
6) Perpanjangan oleh ketua pengadilan negeri
60 hari
7) Penahanan oleh hakim pengadilan tinggi
30 hari
8) Perpanjangan oleh ketua pengadilan tinggi
60 hari
9) Penahanan oleh Mahkamah Agung
50 hari
10) Perpanjangan oleh ketua Mahkamah Agung
60 hari

3. Sebutkan alat bukti dalam hukum acara pidana sertai dengan hukum dasarnya !
Alat-alat Bukti Perkara Pidana à Pasal 184 KUHAP terdiri dari
a) Keterangan saksi
b) Keterangan ahli
c) Surat
d) Petunjuk
e) Keterangan Terdakwa

tambahan
f) Novum (bukti-bukti baru, dalam pengajuan PK)
g) Kasus-kasus aktual

4. Sebutkan upaya-upaya hukum dalam hukum acara pidana dan hukum acara perdata !

Upaya hukum KUHAP
Upaya hukum biasa :
• Banding
• Kasasi
• Perlawanan (verzet) :
§ perlawanan terhadap penahanan dapat diajukan kapanpun
§ perlawanan terhadap penetapan ditetapkan 7 hari
§ perlawanan atas ketentuan besar dapat diajukan kapanpun

upaya hukum luar biasa :
• Peninjauan kembali
• Kasasi demi kepentingan hukum yang diajukan oleh Jaksa Agung.

Upaya hukum KUHPerd
Upaya hukum biasa :
• Banding
• Kasasi
• Verzet

Upaya hukum luar biasa




Peninjauan kembali
Derden verzet (perlawanan oleh pihak ke-3)

Monday 10 December 2012

Sistem hukum Civil Law dan Common law

Sistem hukum Anglo Saxon (Common Law) ialah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurispudensi. Sumber hukum dalam sistem hukum ini ialah putusan hakim/pengadilan. Dalam sistem hukum ini peranan yang diberikan kepada seorang hakim sangat luas.


Sistem yang dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental yang didasarkan atas hukum Romawi disebut sebagai sistem Civil law. Sistem Civil Law mempunyai tiga karakteristik, yaitu adanya kodifikasi, hakim tidak terikat kepada preseden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang terutama, dan sistem peradilan bersifat inkuisitorial. Inkuisitorial maksudnya, bahwa dalam sistem itu, hakim mempunyai peranan besar dalam mengarahkan dan memutuskan perkara. Hakim aktif dalam menemukan fakta dan cermat dalam menilai alat bukti. Hakim dalam civil law berusaha mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapinya sejak awal.

Bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti formal dalam sistem hukum Civil Law berupa peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan-kebiasaan, dan yurisprudensi. Negara penganut Civil Law menempatkan konsitusi tertulis pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundangan dan diikuti UU dan peraturan lain di bawahnya.
Sedangkan kebiasaan-kebiasaan dijadikan sumber hukum kedua untuk memecahkan berbagai persoalan. Pada kenyataanya undang-undang tidak pernah lengkap karena kompleksnya kehidupan manusia. Dalam hal ini diperlukan hukum kebiasaan. Patut dicermati yang menjadi sumber hukum bukanlah kebiasaan, melainkan hukum kebiasaan. kebiasaan tidak mengikat, agar suatu kebiasaan dapat menjadi hukum kebiasaan diperlukan 2 hal :
1. Tindakan itu dilakukan secara berulang-ulang.
2. Adanya unsur psikologis mengenai pengakuan bahwa apa yang dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang itu hukum. Unsur psikologis dalam bahasa latin adalah opinion necessitates yang berarti pendapat mengenai keharusan orang bertindak sesuai dengan norma yang berlaku akibat adanya kewajiban hukum.

Berikut ini adalah perbedaan common law dan civil law:


COMMON LAW/ANGLO SAXON

CIVIL LAW/EROPA KONT
SISTEM PERATURAN

  1. Didominasi oleh hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan melalui putusan hakim
  2. Tidak ada pemisahan yang tegas dan jelas antara hukum publik dan privat

  1. Hukum tertulis (kodifikasi)
  2. Ada pemisahan secara tegas dan jelas antara hukum publik dengan hukum privat

SISTEM PERADILAN

  1. Menggunakan juri yang memeriksa fakta kasusnya menetapkan kesalahan dan hakim hanya menerapkan hukum dan menjatuhkan putusan
  2. Hakim terikat pada putusan hakim sebelumnya dalam perkara yang sejenis melalui asas The Binding of precedent*
  3. Adversary system :pandangan bahwa didalam pemeriksaan peradilan selalu ada dua pihak yang saling bertentangan baik perkara perdata atau pidana

  1. Tidak menggunakan juri sehingga tanggung jawab hakim adalah memeriksa kasus, menentukan kesalahan, serta menerapkan hukumnya sekaligus menjatuhkan putusan.
  2. Hakim tidak terikat dan tidak wajib  mengikuti putusan hakim sebelumnya. Asas Bebas **
  3. Hanya dalam perkara perdata yang melihat adanya dua belah pihak yang bertentangan (penggugat dan tergugat)dan perkara pidana keberadaan terdakwa bukan sebagai pihak penentang

*Asas Stare decesis/The binding force of Precedent : azas ini hakim terikat kepada keputusan-keputusan yang lebih dahulu dari hakim-hakim yang sederajat atau oleh hakim yang lebih tinggi. Azas ini dianut oleh Negara anglo saxon seperti Inggris, Amerika Serikat. zas ini berlaku berdasarkan 4 faktor yaitu :
a.Bahwa penerapan pada peraturan-peraturan yang sama pada kasus-kasus yang sama menghasilkan perlakuan yang sama bagi siapa saja yang datang ke Pengadilan
b.Bahwa mengikuti preceden secara konsisten dapat menyumbangkan pendapat untuk masalah-masalah di kemudian hari.
c.Bahwa penggunaan kriteria yang mantap untuk menempatkan masalah-masalah baru dapat menghemat tenaga dan waktu
d.Bahwa pemakaian putusan-putusan yang terdahulu menunjukkan adanya kewajiban untuk menghormati kebijaksanaan dan pengalaman Pengadilan generasi sebelumnya.

**Asas bebas yaitu kebalikan dari azas precedent yaitu hakim tidak terikat kepada keputusan-keputusan Hakim sebelumnya pada tingkat sejajar atau kepada Hakim yang lebih tinggi. Azas ini dianut dinegara Belanda dan Perancis. Dalam praktek seperti dinegeri Belanda azas ini tidak dilakukan secara konsekwen, banyak hakim-hakim masih menggunakan keputusan-keputusan hakim yang lebih tinggi dengan beberapa alasan antara lain :
a.Mencegah terjadinya kesimpang siuran keputusan hakim sehingga mengaburkan atau tidak tercapainya tujuan kepastian hukum
b.Mencegah terjadinya pengeluaran biaya yang tidak perlu karena pihak yang tidak puas akan naik banding.
c.Mencegah pandangan yang kurang baik dari atasan.

Negara Indonesia menggunakan ke 2 azas tersebut yaitu azas precedent untuk Peradilan Adat/kebiasaan dan azas bebas untuk Peradilan Barat.






Sunday 9 December 2012

Aturan Pembubaran PT oleh Pemegang Saham

sebab-sebab pembubaran suatu Perseroan Terbatas (“PT”) diatur dalam Pasal 142 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) antara lain: